Bisnis kuliner
masih menjadi primadona untuk mendulang rupiah, asalkan berani mencoba, tekun
dan jujur. Hal inilah yang menjadi prinsip Fendra Agoprilla Putra (25) yang
telah sukses mengembangkan Mie Nyonyor dengan omzet Rp 90 juta-Rp 100 juta per
bulan.
Sebenarnya saya ingin bisnis
makanan bakso karena memang doyan makan bakso. Saat masih kuliah sering ikut bazar makanan
dari resep bakso hasil resep sendiri. Namanya baksocinta. Di dalamnya berisi
potongan sayur serta buah. Kuahnya juga warna warni karena campuran dari tomat
dan beberapa sayuran. Tapi saya berpikir bakso saya tidak bisa di jual secara
berkelanjutan karena tidak bertahan lama,” jelas lelaki lulusan terbaik di
kampus Untag Banyuwangi, baru-baru ini. Dari otak atik di dapur selama
dua minggu, akhirnya Ago berhasil menciptakan menu Mie Nyonyor yang mempunyai
level pedas 1-5. Dia meminta teman-teman di kampus nya untuk mecoba dan mereka
memberikan respon positif. “Rahasianya dari saos yang saya buat sendiri,
sedangkan mie nya menggunakan mie kering,” jelasnya. Dengan modal 1,5 juta rupiah,
akhirnya Ago memberanikan diri membuka warung Mie Nyonyor pertama kalinya di
teras rumah dengan dua meja kecil bekas kost-kostan. “1,5 juta itu uang saya
pribadi dan uang mantan pacar yang sekarang sudah jadi istri saya. Uang itu
juga termasuk uang ‘jaga-jaga’ kalau gagal,” ungkapnya. Ago masih ingat, di
hari pertama ada sekitar 20 pelanggan yang sebagian besar kawan-kawan di
kampusnya. “Setiap ada yang pesan saya lari di dapur yang ada di belakang rumah
karena memang disana masaknya. Dan sekarang sudah memanfaatkan garasi rumah
yang dulu pernah jadi kamar saya untuk di jadikan dapur. Saya ya jadi kasir,
jadi tukang masak, jadi tukang bersih-bersih dibantu sama ibu, istri yang saat
itu masih jadi jadi pacar,” kata Ago yang saat ini telah memiliki lebih dari 20
pegawai.
Ia mengaku, selain
mengenalkan Mie Nyonyor lewat teman-teman kampusnya, ia juga menggunakan media sosial
dengan nama Mie Nyonyor dan sering menggelar kuis atau lombafoto ekspresi
kepedasan makan Mie Nyonyor dengan hadiah makan gratis dan memberikan diskon
bagi pelanggannya. “Responnya sangat baik, sehingga pelanggan bawa teman satu
lainnya. Lewat mulut ke mulut promosinya,” jelasnya. Lelaki lulusan Ekonomi Manajemen
tersebut akhirnya memutuskan menjadi pedagang Mie Nyonyor dan menolak pekerjaan
lain yang sudah di depan mata. “Sempat bermain di saham dan juga diterima
lowongan kerja di salah satu bank. Tapi saya bulat memutuskan untuk tetap
jualan mie,” tambahnya. Hasil kerja keras Ago terbayar. Saat ini ia telah
memiliki beberapa cabang. “Ada di Sukowidi, di Genteng dan di sini untuk
wilayah Banyuwangi. Kalau di luar kota ada di Jember, Sidoarjo dan dua cabang
di wilayah Surabaya. Sebagian besar keluarga sih yang mengelola dengan
sistem persentase 3-4 persen dari omzet setiap cabang,” jelasnya. Ia
mengirimkan bumbu pasta sebagai bumbu utama serta ayam tabur yang menjadi khas
dari mie miliknya lewat travel. “Beberapa daerah yang meminta untuk
membuka cabang seperti di Lampung, Batam, Sulawesi, dan Jakarta tapi masih saya
pertimbangkan karena untuk paket menggunakan pesawat menolak jika mengirimkan
barang yang berbentuk cair seperti bumbu pasta nya,” jelas dia. Untuk
memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggannya, Ago selalu menciptakan
menu-menu baru hasil kreasi dia sendiri selain Mie Nyonyor yang memiliki level
kepedasan 1-5. “Ada Mie Nyonyor Saus Bolognese, Ramen Nyonyor, Club
Sandwich Panggang dan Salad Buah. Yang mau tambah porsi dan tambah toping
juga di sediakan,” jelasnya. Saat
di tanya rahasia gurih dan pedas Mie Nyonyor kreasinya, Ago tidak pelit berbagi
resep. “Mie yang saya buat tanpa MSG karena memang tidak baik untuk kesehatan.
Pedasnya murni dari cabai yang dibuang bijinya, jadi tidak akan menimbulkan
penyakit usus buntu. Cabai tersebut diblender lalu direbus dengan bumbu hingga
berubah menjadi pasta yang dijadikan campuran dalam mie. Selain itu, minuman di
sini tidak ada yang mengandung soda karena saat makan pedas dilarang minum
soda. Itu sudah saya coba sendiri,” tambahnya. Ago mengaku tidak malu
dengan profesi yang ia tekuni saat ini sebagai penjual mie walaupun menjadi
lulusan terbaik di kampusnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar