Asean Free Trade Area (AFTA) 2015 dan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)
sudah di depan mata. Banyak peluang dan tantangan yang akan dihadapi Indonesia
menjelang AFTA dan MEA. Era perdagangan kawasan ASEAN (AFTA) yang bakal
berlangsung mulai 2015, menjadi tantangan serius bagi perusahaan dalam
mengoptimalisasi sumber daya, kinerja, sistem manajemen, dan teknologi informasi.
Para pemimpin negara-negara ASEAN telah sepakat untuk mentransformasi wilayah
ASEAN menjadi kawasan bebas aliran barang, jasa, investasi, permodalan, dan
tenaga kerja.
MEA menggambarkan
adanya perekonomian yang mengglobal di antara negara-negara ASEAN dan
MEA dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing ekonomi di kawasan regional
ASEAN. Sedangkan AFTA, sejatinya merupakan kesepakatan diantara negara-negara
ASEAN untuk membentuk kawasan bebas perdagangan. Tujuan utamanya untuk
meningkatkan daya saing ekonomi dan bisnis ASEAN di kancah dunia. Harapannya,
jika AFTA sukses, negara-negara ASEAN bisa menjadi basis produksi dunia,
seperti Cina. Coba cek koleksi barang elektronik anda di rumah. Berapa banyak
yang berlabel ‘Made in China’?
Dengan adanya
kebijakan perdagangan bebas AFTA ini, nantinya tidak akan ada hambatan tarif
(bea masuk 0-5%), ataupun hambatan non-tarif untuk negara anggota ASEAN. Skema Common Effective Preferential Tariffs For
ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA)
merupakan suatu skema untuk mewujudkan AFTA melalui penurunan tarif hingga
menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kuantitatif dan hambatan-hambatan non
tarif lainnya. Perkembangan terakhir terkait dengan AFTA adalah adanya
kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai
Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan
Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015. Dengan
adanya kebijakan-kebijakan terkait AFTA, tentu akan menyusul tantangan serta
peluang yang akan dihadapi negara Indonesia, khususnya di sisi bisnis dan
ekonomi. Pertanyaannya, siapkah kita?
Tantangan
AFTA 2015 Bagi Indonesia
Sebelum membahas
mengenai keuntungan, ada baiknya terlebih dahulu kita melihat tantangan yang
ada, agar dapat mempersiapkan diri. Baik secara langsung ataupun tidak
langsung, tantangan-tantangan ini akan memberikan dampak khusus kepada
pertumbuhan bisnis dan ekonomi Indonesia. Dengan mengetahuinya, kita akan mampu
menentukan sikap dan melakukan persiapan.
Tantangan
Inovasi Teknologi
AFTA menjadi
tantangan serius bagi perusahaan dalam mengoptimalisasi teknologi informasi.
Hal senada diungkapkan Presiden Direktur IBM Indonesia, Gunawan Susanto, Juni
lalu. Salah satu tantangan yang sudah menanti dalam AFTA, kata Gunawan, yakni
masuknya perusahaan teknologi dunia yang menyerang pasar di Indonesia. Untuk
itu, perusahaan Indonesia harus mewaspadai. “Perusahaan asing sudah mulai bikin
warehouse di sini, produk e-commerce mereka juga sudah masuk,
ini akan jadi ancaman bagi perusahaan kita,” ujar dia. Gunawan mencontohkan
datangnya aplikasi Uber, yang mulai mengusik pengusaha dan sopir taksi.
Hal itu, merupakan contoh nyata tantangan.
“Sekarang tren bisnis makin
personal dan mobile. Perusahaan jualan produk sudah sangat personal dengan
analitik sosial, untuk itu perusahaan harus bergerak. Jangan nunggu nanti,
karena AFTA sudah tinggal tahun depan,” jelasnya.
Tantangan
tersebut makin intens karena tidak sedikit perusahaan di Indonesia yang telah
menyadari pentingnya inovasi dalam teknologi dan informasi. Menurutnya, tren
inovasi perangkat mobile, jejaring sosial, analitik data, dan komputasi awan
menjadi tantangan perusahaan dalam era perdagangan AFTA. “Perusahaan Indonesia
sudah mulai memikirkan ke arah AFTA 2015. Beberapa level kepala bidang sebuah
perusahaan sadar akan kunci inovasi teknologi,” jelas Gunawan. Ia menyatakan,
selama beberapa bulan berdialog dengan beberapa pengambil keputusan di banyak
perusahaan, mereka sudah mulai mengeksplorasi infrastruktur teknologi. “Saya
cukup terkejut, saat beberapa kepala komersil perusahaan mulai bertanya soal
SaaS (software as a service) dan
komputasi awan,” ungkapnya. Fakta tersebut menunjukkan makin luasnya kesadaran
perusahaan akan pentingnya infrastruktur teknologi bagi peningkatan kinerja
perusahaan.
Gunawan melihat,
cara pandang perusahaan atas tantangan teknologi tidak jauh berbeda dengan
gambaran perusahaan di tingkatan global. Menurut studi yang dilakukan IBM,
tujuh dari 10 perusahaan yang disurvei memahami infrastruktur IT punya peranan
penting dalam kompetisi atau mengoptimalisasi keuntungan dan pendapatan. Dari
kebanyakan responden, 62 persen perusahaan sudah berencana meningkatkan belanja
infrastruktur IT untuk 12 hingga 18 bulan ke depan.
Tantangan
Perdagangan
Bukan rahasia
umum bahwa Indonesia masih berpredikat sebagai negara pengimpor, alih-alih
pengekspor. Mengapa Indonesia sampai saat ini masih sebatas sebagai pasar bagi
produk dari negara-negara ASEAN yang lain?
Pertama, karena penduduk Indonesia
yang saat ini berjumlah 231,3 juta jiwa merupakan 39% dari total penduduk
ASEAN. Kelas menengah Indonesia saat ini juga berjumlah sekitar 100 juta orang.
Tentu ini merupakan pasar yang menggiurkan bagi negara-negara ASEAN lain.
Kedua, Produk Domestik Bruto (PDB)
Indonesia yang saat ini sebesar 846 miliar dolar AS juga merupakan 40,3% PDB
total negara-negara ASEAN. Ini juga merupakan indikasi pasar potensial yang
terbesar.
Ketiga, masyarakat kelas menengah
dan atas Indonesia sudah terkenal sebagai masyarakat yang konsumtif. Ini
terlihat misalnya orang Indonesia rata-rata memiliki lebih dari satu smartphone atau tablet.
Berbeda misalnya dengan masyarakat Jepang yang terkenal dengan sifat hematnya.
Indikasi yang jelas dari Indonesia sebagai pasar saja adalah selalu defisitnya
neraca perdagangan internasional Indonesia dengan negara-negara ASEAN sejak
tahun 2005.
Sebetulnya,
pekerjaan rumah bagi para pengusaha di Indonesia adalah bagaimana memenangkan
preferensi pasar atas produk asli Indonesia, baik pasar domestik, ASEAN, maupun
internasional. Pengusaha dan produsen Indonesia dituntut terus menerus dapat
meningkatkan kemampuan dalam menjalankan bisnis secara efektif dan maksimal.
Disinilah kualitas produk Indonesia diuji, dan perusahaan Indonesia harus bisa
mengubah pola pikir dari “product oriented” menjadi “customer oriented” untuk memenangkan preferensi pasar.
Hal senada
diutarakan Profesor Rika Fatimah, Ph.D., dari Universitas Kebangsaan Malaysia,
yang menyoroti pentingnya mengembangkan pola pikir berwawasan MEA dan
kesiapan kewirausahaan melalui social business. Rika mengatakan, “Ada 4
MEA mindset yang harus dikembangkan, yaitu: stakeholders, kesiapan menghadapi MEA 2015, kesiapan
sumberdaya manusia, serta ketahanan dalam menjalankan kewirausahaan, di mana
keempat faktor tersebut akan menopang social
business yang merupakan salah satu model untuk mendukung kegiatan
kewirausahaan.” Namun bukan berarti Indonesia tinggal diam. Menurut Associate Profesor Ruhul Salim, Ph.D.
dari Curtin Business School, Australia, Indonesia menempati posisi penting di
MEA sebagai produsen otomotif terbesar kedua di ASEAN. Hal ini dibuktikan
dengan banyaknya perusahaan Jepang dan Korea yang memproduksi kendaraan di
Indonesia. Bahkan, perusahaan ternama General Motors mulai memproduksi
kendaraan di Indonesia sejak 2013. Namun investasi semacam ini juga harus
didukung oleh kebijakan pemerintah dan infrastruktur yang baik.
“Pada masa krisis ekonomi global
2009, sektor otomotif Indonesia nyaris tidak tersentuh oleh efek krisis
tersebut. Kemudian jika Indonesia ingin memimpin pasar ASEAN apa yang harus
dilakukan? Hal ini tergantung pemerintah. Pemerintah Indonesia harus membuat
kebijakan-kebijakan yang mendukung implementasi AFTA dan MEA,” jelas Ruhul.
Apa
yang Dapat Dilakukan?
Indonesia punya
keuntungan demografi, geografi, dan lainnya dan banyak sekali komiditi yang
bisa diandalkan dan dipersiapkan untuk bersaing dalam AFTA. Bonus demografi
adalah arti struktur penduduk Indonesia dari sisi usia adalah Piramida Penduduk
Muda, Hal ini menunjukkan usia penduduk muda lebih banyak dari pada penduduk
dewasa, jumlah penduduk bertambah dengan cepat.
Berdasarkan sensus tahun 2010 0leh
BPS pusat, didapatkan piramida di atas, dengan ringkas piramida penduduk
Indonesia adalah :
1.
0-14 laki-laki
34.276.146 / wanita 33.094.836 (27,73%) atau 1,98% per 1 tahun usia
2.
15-64 laki-laki
80.806.409 / wanita 80.065.855 (66,21%) atau 1,35% per 1 tahun usia
3.
65 keatas
laki-laki 6.504.559 / wanita 8.220.537 (6,06%)
Total laki-laki
121.587.114 / Wanita 121.381.228 (100,00%)
Persentase usia
yang masih bisa produktif adalah sebesar 66,21% dan per satu tahun usia pada
usia muda adalah 1,98% lebih besar dari 1,35% pada usia produktif. Perusahaan
dapat memanfaatkan keuntungan demografis ini dengan mengembangkan kualitas
sumber dayanya, mengiringi kuantitasnya. Peningkatan kualitas sumber daya
manusia dengan pendidikan akan memberikan angkatan kerja yang produktif dan
mampu menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas tinggi. Selain pendidikan
dan pelatihan, komitmen karyawan bagi perusahaan juga sangat penting. Jangan
sampai SDM yang memiliki potensi dan bakat lebih memilih untuk bekerja di
perusahaan asing karena merasa di perusahaan asing mereka bisa bekerja lebih
nyaman dan terjamin. Hal ini disampaikan Setyabudi Indartono, Ph.D. yang
merupakan pakar di bidang sumber daya manusia. Beliau mengatakan, “Perlakuan
yang berbeda terhadap karyawan akan mempengaruhi perilaku dan kinerja mereka
terhadap organisasi. Di samping itu perlu juga diperhatikan cara organisasi
dalam mengatur sumber daya manusia agar karyawan memiliki komitmen terhadap
organisasinya.”
Optimasi di
bidang sumber daya dan kualitas produk akan secara signifikan meningkatkan daya
saing Indonesia sebagai negara penghasil produk, yang mampu menyediakan produk
berkualitas bagi negara-negara di lingkup ASEAN maupun global. Dengan
memaksimalkan potensi penyerapan produk Indonesia, kita akan bisa merasakan
AFTA sebagai sebuah win-win solution bagi kemajuan perekonomian
Indonesia dan ASEAN.***RW